Universitas KH. A. Wahab Hasbullah

Dimensi Filosofi Zakat dalam Filantropi Islam

Islam merupakan agama yang mengatur segala aspek kehidupan mulai dari hubungan dengan Tuhan hingga hingga hubungan antara manusia dan alam. Dimensi penghambaan yang dibangun oleh islam tidak terbatas pada prisip ketuhanan (teosentris), melainkan juga manifestasi kemanusiaan (antroposentris).

Perhatian islam terkait kemanusiaan digambarkan melalui prinsip, ajaran, atau syariat keislaman. Hal ini menunjukkan dibalik ritual penghambaan yang disyariatkan dengan kewajiban terdapat makna esetoris beragama yang apabila kita refleksikan dan transformasikan dapat mewujudkan keharmonisan, baik hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manuisa, maupun dengan alam.

Zakat merupakan salah satu ibadah wajib yang menjadi bukti nyata perhatian syariat terhadap hubungan manusia dengan sesamanya. Secara ontologis zakat menunjukkan dogma religious, yang diungkap dalam Al-Qur’an sebanyak 82 kali yang bersifat konsepsional-dogmatis. Hal ini dapat dilihat dari riwayat Abu Bakar Ash-shidiq yang memerangi para pembangkang yang menolak membayar zakat, atau perintah Umar bin Khattab untuk membakar rumah orang islam yang menolak perintah zakat. Kejadian tersebut dapat dimaklumi mengingat zakat bersifat multidimensi. Selain berdimensi teologis, zakat juga berdimensi historis, ekonomi, politik, dan eskatologis. Oleh karena itu, zakat berbeda dengan ibadah lainnya seperti sholat yang bersifat ritual-individual-formal, zakat adalah satu-satunya rukun islam yang bertransformasi dari ibadah personal ke ibadah sosial, inilah yang disebut dimensi sosial-ekonomi zakat.

Jika dikaji dari secara filosofi, zakat menyangkut tiga aspek. Pertama, aspek tugas manusia sebagai kholifah (QS. Al-Baqoroh: 30) yang harus memimpin dan mengatur tersedianya produksi, distribusi, dan konsumsi bagi makhluk hidup di bumi (QS. Qaf: 7-11; QS. An-Nahl: 69). Dalam konteks ini zakat harus melibatkan pemerintah baik dari segi hukum, anggaran, maupun pembagian.

Aspek kedua, solidaritas sosial. Diharapkan zakat mampu memperkecil gap pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini juga menjadi batas-batas equilibrium proporsional sehinggga kekayaan tidak menjadi penyebab kelalaian seseorang beribadah, begitupula kemiskinan tidak menjadi keterpurukan yang dapat menyebabkan seseorang lupa kepada Tuhannya.

Aspek ketiga, cinta dan persaudaraan. Meskipun kemiskinan adalah realitas sosial yang tidak dapat dihapuskan secara mutlak, namun dengan zakat dampak sunnatullah tersebut dapat diminalisir sehingga tidak menghancurkan sendi-sendi kemanusaian. Dengan demikian zakat merupakan usaha untuk kembali pada kondisi fitrah sekaligus sebagai bentuk partisipasi dalam membangun kebersamaan sosial dan ekonomi dalam masyarakat.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x