Dimensi Psikologi Idul Fitri
Fajar 1 Syawal 1444 H sebentar lagi akan tiba. Tanpa terasa Ramadhan sudah berada di penghujung waktunya dan akan segera ditutup dengan melaksanakan sholat Idul Fitri. Bagi umat islam, Idul Fitri merupakan titik kontinum kerinduan dari perjuangan sepanjang bulan menjalankan ibadah puasa dengan harapan sampai pada puncak kemenangan dengan fitrah dari dosa. Idul fitri juga merupakan puncak kesedihan, karena ditinggal bulan yang penuh rahmat, limpahan maghfiroh, dan ladang pahala yaitu bulan Ramadhan.
Keutamaan Hari Raya Idul Fitri Hari raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa. Lebih dari itu, hari raya Idul Fitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat hari raya Idul Fitri. Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ.
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan’. Maka Allah swt berfirman: wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.
Secara psikologis, Idul Fitri bukan hanya momen perayaan dari berakhirnya madrasah Ramadhan, melainkan merupakan manifestasi teologis atas kesucian (fitrah) manusia yang bertauhid. Setidaknya terdapat tiga dimensi psikologi dari Idul Fitri yang sangat penting untuk dimaknai dan disyukuri yaitu kemenangan, kebahagiaan, dan kerukunana.
Dimensi kemenangan. Idul Fitri sarat akan spirit kemenangan dalam mengendalikan nafsu. Menurut Imam Al-Ghazali, Pendidikan merupakan proses transformasi muslim dari budak nafsu menjadi hamba Allah yang bertaqwa, beriman, dan beramal sholeh.
Dimensi kebahagiaan. Idul Fitri merupakan momen sosial untuk melepas rindu mengenang asal-usul primordial, dan meneguhkan spirit berbagi. Sehingga Idul Fitri harus dimaknai sebagai jalan kemenangan mental spiritual yang mengantarkan pada harmoni, kedamaian hati, dan kebahagiaan sejati.
Dimensi kerukunan. Idul Fitri menyadarkan pentingnya komunikasi sosial melalui silaturrahmi dalam bentuk saling memaafkan, saling berbagi, saling menyayangi, dan saling menghargai. Idealnya silaturrahmi harus dimaknai sebagai trasnformasi sosial sebagai langkah strategis dan efektif untuk mewujudkan harmoni sosial dan kerukunan nasional bukan sekedar bertemu kangen dan bersambung rasa. Esensi dari dimensi kerukunan adalah komitmen bersama untuk memerdekakan diri dari segala penyakit hati dan bebas dari segala bentuk intervensi serta hegemoni asing.