LULUSAN SMK; BEKERJA, WIRAUSAHA, ATAU KULIAH?
Berbeda dengan alumni SMA atau MA, Alumni SMK mempunyai tuntutan tersendiri dalam kesiapan kerja di lapangan. Setelah ini lanjut bekerja dimana? Masih menjadi suatu pertanyaan yang menghantui siswa kelas akhir. Selama pembelajaran di kelas, siswa SMK dibekali dengan keterampilan kerja sesuai dengan minat bidang masing-masing. Meski jumlah lapangan pekerjaan tidak sebanyak jumlah lulusan yang dihasilkan. Saat ini, program praktik kerja industri(prakerin) atau yang dikenal dengan magang masih menjadi andalan sekolah dalam pembekalan siswa di dunia kerja. Selama satu semester terjun di dunia industri menjadi tantangan tersendiri bagi siswa. Guru pembimbing prakerin pada umumnya telah menyiapkan beberapa list industri untuk dipilih secara bebas oleh siswanya sebagai lokasi magang. Tanpa ada maksud untuk menyudutkan salah satu industri, namun berdasarkan pilihan siswa, tentu saja akan diketahui mana siswa yang serius ingin belajar atau sekadar mengikuti kewajiban sekolah. Siswa yang serius belajar tentu akan memanfaatkan program sekolah ini dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak hanya mengerjakan tugas dari Pendamping prakerin, melainkan juga aktif dalam meninjau situasi di lapangan.
Selain Prakerin yang sudah merupakan program wajib di SMK, beberapa sekolah telah menerapkan Teaching Factory (TEFA), yaitu pembelajaran yang berorientasi produksi dan bisnis. Pembelajaran melalui TEFA adalah proses penguasaan keahlian atau keterampilan yang dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk atau jasa yang dipesan oleh konsumen (Direktorat Pembinaan SMK, 2015). Salah satu SMK di Jawa Timur memproduksi perangkat lampu kabin untuk permintaan salah satu industri otomotif dimana selama pembuatan perangkat lampu kabin tersebut terdapat pembelajaran sebagaimana cara merakit dan pemeliharaannya. Pembelajaran semacam ini tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Beberapa percobaan siswa dalam merakit menuai kegagalan. Guru memberikan simulasi jika terjadi hal yang paling buruk yaitu perangkat yang terbakar. Dalam hal ini, siswa telah memahami betul cara merangkai dan tindakan pertama jika terjadi kegagalan perangkat. Prinsip dasar TEFA merupakan integrasi pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum sekolah, dimana peralatan, bahan dan staf pengajar dirancang untuk melakukan proses produksi barang/jasa (Lamancusa, et al., 1995). Keuntungan dari kegiatan TEFA dapat menambah sumber pendapatan sekolah untuk kegiatan pendidikan. Pembelajaran model TEFA menghadirkan dunia industri secara nyata di lingkungan sekolah, untuk menyiapkan lulusan yang siap kerja sebagaimana yang digambarkan Rentzos, et al., (2014).
Model pembelajaran ini sangat penting karena akan sia-sia ketika siswa fokus mempelajari salah satu keterampilan di suatu buku sedangkan keterampilan tersebut sudah tidak dibutuhkan lagi di industri. Sebagai contoh, siswa mempelajari menggambar desain struktur bangunan dengan meja gambar, rapidho graf, dan penggaris siku. Siswa terampil dalam penggunaan alat tersebut tetapi kebutuhan industri saat ini adalah menggambar melalui software Autocad.
Salah satu alternatif disamping menghasilkan lulusan siap kerja yaitu dengan mendorong siswa untuk menjadi wirausaha. Terutama mereka yang memiliki imajinasi kuat, mimpi besar, sebaiknya disiapkan untuk menjadi wirausaha,” disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam sambutannya pada seminar SMK Menyongsong Revolusi Industri 4.0 di Graha Utama kantor Kemendikbud, Jakarta, (21/3/2019). Salah satu indikator tingginya pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh banyaknya wirausahawan yang mampu membuka lapangan pekerjaan. Dalam meningkatkan daya saing suatu bangsa perlu peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Karakter SDM berdaya saing tinggi yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang, Kecakapan menganalisa sebuah permasalahan dengan kreatifitas berbasis nilai ekonomi dapat didorong melalui pembangunan karakter berwirausaha. Sehingga siswa SMK tidak hanya siap kerja, namun mereka juga siap menjadi penyedia lapangan kerja.
Melalui upaya semacam ini, lulusan siswa SMK diharapkan mampu bersaing di dunia indsutri baik sebagai pekerja maupun sebagai penyedia lapangan kerja. Namun, sorotan lain menunjukkan bahwa lulusan SMK menjadi penyumbang tertinggi angka pengangguran terbuka di Indonesia. Memang upaya di atas tidak sepenuhnya berjalan optimal. Namun, angka tersebut bukanlah menjadi suatu halangan bagi SMK untuk tetap mengantarkan siswanya siap kerja, siap berwirausaha. Saiful Rachman, Kepala Dinas Pendidikan Prov. Jatim dalam Seminar Implikasi Revolusi Industri 4.0 di Pendidikan Vokasi menyebutkan dalam bahwa angka itu tidak sepenuhnya benar, karena tidak sedikit lulusan SMK yang bekerja namun tidak pada bidang keahliannya selama menempuh pendidikan di bangku sekolah. “ada lulusan SMK dari program keahlian Teknik Kendaraan Ringan, namun ia bekerja di suatu perusahaan elektronik, bahkan banyak juga yang mendirikan CV. sendiri dan hal ini tidak tercatat di tracer study sekolah”. Disinilah pentingnya pendidikan berbasis industri, siswa tidak hanya mampu secara teori dan keterampilan, namun juga memiliki mental yang baik dalam menghadapi situasi di lapangan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengenyam pendidikan di SMK bukanlah sebagai opsi kedua ketika calon peserta didik tidak diterima di SMA favorit. Lebih dari itu, siswa SMK memperoleh banyak pengalaman kerja sesuai bidang keahlian dan kebutuhan industri saat ini. Begitupun dengan profil lulusannya, mereka tidak selalu monoton dengan bekerja di suatu perusahaan, dengan bekal pengalaman selama pendidikan, mereka bisa berwirausaha bahkan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Jika saat ini anda sebagai siswa semester akhir SMK, apakah anda ingin bekerja? Anda sudah punya pengalaman itu selama prakerin. Anda ingin berwirausaha? Anda sudah memahami kebutuhan industri dan permintaan pasar saat ini. Anda ingin melanjutkan ke perguruan tinggi? Tentu saja anda sudah punya bekal dari mata pelajaran Normatif, adaptif, dan Produktif yang telah dipelajari. SMK-BISA.
Referensi:
Lamancusa, John S., et al. (1995). The learning factory: a new approach to integrating design and manufacturing into enginering curricula. ASEE Proceedings, Anaheim, California, 2262.
Rentzos L.A, et al. (2014). Integrating manufacturing education with industrial practice using Tefa paradigm: A construction equipment application. proceedings of the 47th CIRP conference on manufacturing systems, volume 17 (2014), pp. 189 – 194
Direktorat Pembinaan SMK-Departemen Pendidikan Nasional (2009). Roadmap pengembangan SMK 2010-2014. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Direktorat Pembinaan SMK.(2019, 21 Maret). Pameran SMK Menyongsong Revolusi Industri 4.0: Bukti Prestasi SMK. Diperoleh 20 Juni 2019, psmk.kemdikbud.go.id.