Universitas KH. A. Wahab Hasbullah

Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang 2025-2030: Mengapa Prinsip Keberlanjutan Terabaikan?

Oleh: Dosen Fakultas Ekonomi, Moh. Ja’far Sodiq Maksum, M.H.

Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang merupakan lembaga mandiri yang dibentuk sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, serta diatur melalui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Pembentukan dan keberadaannya mengacu pada amanat Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, termasuk melalui pembentukan Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota.

Kedudukan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana diubah dengan PP Nomor 66 Tahun 2010, yang menempatkan Dewan Pendidikan sebagai mitra strategis pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan dan pengawasan mutu pendidikan. Dalam konteks Kabupaten Jombang, keberadaan Dewan Pendidikan juga selaras dengan visi pembangunan daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jombang tentang RPJMD.

AD/ART Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang, khususnya Pasal 2, menegaskan peran strategis lembaga ini sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengontrol (controlling agency), dan mediator antara pemerintah, DPRD, dan masyarakat. Selain itu, Pasal 6 memberikan ruang bagi anggota untuk dipilih kembali satu kali masa jabatan, sebuah ketentuan yang secara implisit mendukung prinsip keberlanjutan (continuity).

Prinsip ini juga dikenal dalam teori manajemen kelembagaan, yang menekankan pentingnya institutional memory-pengetahuan, pengalaman, dan jejaring kerja yang dibangun dari periode sebelumnya sebagai modal sosial dan intelektual yang tidak mudah digantikan. Keberlanjutan memungkinkan kesinambungan program, menjaga stabilitas arah kebijakan, serta mempercepat adaptasi anggota baru melalui proses transfer pengetahuan.

Namun, hasil seleksi Dewan Pendidikan masa bakti 2025–2030 yang dikukuhkan melalui undangan resmi Sekretaris Daerah menunjukkan fakta mengejutkan: tidak ada satu pun anggota dari periode 2020–2025 yang kembali duduk di kepengurusan. Secara normatif, kondisi ini memang tidak melanggar ketentuan AD/ART, tetapi dari perspektif tata kelola kelembagaan, absennya seluruh anggota lama mengindikasikan hilangnya kesinambungan yang diharapkan.

Dalam literatur good governance, khususnya model OECD Principles of Public Governance, keberlanjutan menjadi salah satu indikator kelembagaan yang sehat, karena mengurangi risiko policy discontinuity dan disorientasi kelembagaan. Perubahan total komposisi ini juga berpotensi melemahkan fungsi evaluasi internal, sebab evaluasi program akan semata bertumpu pada dokumen, bukan pengalaman langsung pelaksana sebelumnya.

Jika dikaitkan dengan teori public institutional design, sistem regenerasi ideal bagi lembaga publik nonstruktural adalah rolling system, di mana sebagian anggota lama tetap dipertahankan untuk menjamin kesinambungan, sementara anggota baru masuk untuk menyegarkan perspektif.

Mekanisme ini telah diadopsi di berbagai lembaga publik lain di Indonesia, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang secara hukum mengatur peremajaan sebagian anggota setiap periode. Dalam konteks Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang, prinsip serupa dapat diperkuat melalui revisi AD/ART atau pengaturan lebih rinci dalam Peraturan Bupati/Perda yang mengatur seleksi, dengan menambahkan klausul keberlanjutan minimal 30–50% anggota lama. Dengan demikian, Dewan Pendidikan akan tetap memiliki fondasi kuat dari pengalaman sebelumnya sekaligus terbuka terhadap inovasi baru demi mutu pendidikan yang berkelanjutan.

Prinsip Keberlanjutan dalam Lembaga Publik

Prinsip keberlanjutan pada lembaga nonstruktural seperti Dewan Pendidikan tidak sekadar nilai normatif, ia dibangun di atas landasan hukum dan kebutuhan fungsional. Secara internal, AD/ART Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang (Pasal 6) memberi ruang bagi anggota untuk dipilih kembali satu kali masa jabatan, yang secara implisit mengakomodasi praktik regenerasi bertahap dan transfer pengalaman antarperiode. 

Secara eksternal, kerangka hukum nasional memperkuat pentingnya partisipasi masyarakat dan kesinambungan kapasitas kelembagaan: UU No. 20/2003 (Sisdiknas) menempatkan Dewan Pendidikan sebagai kanal partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan; PP No. 17/2010 jo. PP No. 66/2010 menegaskan akuntabilitas dan keterwakilan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan; serta asas-asas good governance (transparansi, akuntabilitas, efektivitas) yang termaktub dalam peraturan tata kelola publik memandang kesinambungan kapasitas kelembagaan sebagai prasyarat tercapainya pelayanan publik yang konsisten. 

Dalam konteks daerah, ketentuan AD/ART tersebut seyogianya dibaca bersama kebijakan daerah (Perbup/Perda/RPJMD) yang dapat menegaskan mekanisme regenerasi agar sejalan dengan target pembangunan pendidikan kabupaten.

Dari perspektif teori organisasi dan manajemen publik, keberlanjutan erat kaitannya dengan konsep institutional memory, organizational learning, dan path dependency adalah konsep yang menjelaskan bagaimana pengalaman historis, jaringan relasi, dan praktik institusional memengaruhi kemampuan organisasi untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang realistis dan teruji. 

Studi tentang tata kelola publik (termasuk rekomendasi OECD tentang prinsip-prinsip tata kelola) menganjurkan mekanisme seperti staggered terms/rolling system untuk menjaga kontinuitas pengetahuan sekaligus memberi ruang inovasi; praktik ini mengurangi risiko policy discontinuity dan mempercepat kurva produktivitas anggota baru karena adanya mentor internal dan dokumen transisi yang lengkap.

Oleh karena itu, penguatan klausul keberlanjutan persentase minimal anggota lama yang dipertahankan, kewajiban serah terima substansi (notulen strategis, daftar rekomendasi yang sedang berjalan, peta mitra), dan mekanisme evaluasi pertengahan periode bukan hanya rekomendasi administratif, melainkan langkah hukum-prosedural yang konsisten dengan mandat AD/ART dan tujuan hukum nasional dalam meningkatkan mutu pendidikan daerah.

Proses Seleksi dan Potensi Hilangnya Prinsip Keberlanjutan

Proses seleksi Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang periode 2025-2030 dibuka secara terbuka kepada masyarakat melalui pengumuman resmi Panitia Seleksi, dengan persyaratan umum seperti pendidikan minimal S1, berusia minimal 25 tahun, dan memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan (Pasal 3 AD/ART). Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan bahwa pembentukan dan keanggotaan Dewan Pendidikan dilakukan secara demokratis dan transparan. 

Selain itu, PP Nomor 17 Tahun 2010 jo. PP Nomor 66 Tahun 2010 menegaskan bahwa pemilihan anggota Dewan Pendidikan harus memperhatikan keterwakilan pemangku kepentingan pendidikan. Dalam konteks Kabupaten Jombang, meskipun belum ada Peraturan Daerah khusus yang mengatur mekanisme seleksi, AD/ART yang berlaku telah menjadi pedoman formal yang mengikat.

Seleksi anggota dilaksanakan melalui tiga tahapan utama: seleksi administrasi, presentasi pemikiran, dan wawancara pendalaman (Pasal 4 AD/ART). Tahapan ini dirancang untuk mengukur tidak hanya kelengkapan persyaratan formal, tetapi juga visi, gagasan, dan kemampuan calon dalam menjawab tantangan pendidikan daerah. 

Prinsip transparansi dan akuntabilitas yang dianut sejalan dengan asas penyelenggaraan good governance sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 3 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, yang menekankan pentingnya keterbukaan dan akuntabilitas dalam setiap proses pengisian jabatan publik. Secara normatif, mekanisme ini sudah sesuai, namun dalam praktiknya keberhasilan penerapan asas tersebut juga diukur dari keterbukaan informasi hasil seleksi dan alasan pemilihan atau tidak terpilihnya kandidat tertentu.

Meski secara prosedural seleksi ini tampak memenuhi standar formal, hasilnya memunculkan tanda tanya serius: mengapa tidak ada satu pun anggota periode 2020-2025 yang kembali terpilih?. Dari perspektif teori kelembagaan publik, khususnya konsep institutional memory dalam manajemen organisasi, keberlanjutan keanggotaan memiliki nilai strategis untuk menjaga kesinambungan program dan mencegah disorientasi kebijakan. 

OECD Principles of Public Governance menekankan bahwa dalam pembaruan kepengurusan lembaga publik, sebaiknya diterapkan sistem regenerasi bertahap (staggered terms) untuk memastikan transfer pengetahuan dari anggota lama ke anggota baru. Ketidakhadiran seluruh anggota lama di periode baru ini berpotensi melemahkan kapasitas kelembagaan, karena hilangnya pengalaman dan jejaring kerja yang sebelumnya sudah terbangun.

Dampak Negatif Hilangnya Keberlanjutan

Hilangnya keberlanjutan komposisi, yakni tidak adanya anggota periode 2020-2025 yang kembali duduk berisiko memutus memori kelembagaan (institutional memory). Padahal AD/ART sendiri memberi ruang dipilih kembali satu kali masa jabatan dan bahkan memandatkan evaluasi anggota/pengurus setiap bulan, mekanisme yang secara fungsional dirancang untuk menjaga kesinambungan pengalaman, pengetahuan kontekstual, dan jejaring kelembagaan lintas periode.

Ketentuan ini tersurat dalam Pasal 6 (masa jabatan) AD/ART dan aturan evaluasi periodik, sekaligus diperkuat oleh Pasal 2 (peran dan fungsi) yang menempatkan Dewan Pendidikan sebagai advisory, supporting, controlling, dan mediator di mana peran yang kualitasnya sangat bertumpu pada akumulasi pengetahuan dari periode ke periode.

Dengan komposisi yang sepenuhnya baru pasca seleksi (dikonfirmasi tahap pengukuhannya pada 12 Agustus 2025), risiko penurunan kualitas kinerja awal menjadi nyata: kurva belajar menanjak, adaptasi jejaring mitra melambat, dan kontinuitas program tereduksi.

Dampak lanjutannya adalah tumpulnya fungsi evaluasi program. AD/ART secara eksplisit menugaskan Dewan Pendidikan “melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan”. Fungsi pengawasan mutu yang idealnya ditopang oleh pelaku yang memahami rekam jejak keputusan dan implementasi sebelumnya. Ketika seluruh “pembawa ingatan institusional” tergantikan sekaligus, evaluasi rawan menjadi dokumen-sentris (berbasis arsip semata), bukan pengalaman-sentris (berbasis pembelajaran institusional), sehingga umpan balik (feedback, red.) kebijakan berpotensi kurang tajam.

Secara normatif, itu berseberangan dengan semangat UU Nomor 20 Tahun 2003 (peran serta masyarakat untuk peningkatan mutu), PP Nomor 17 Tahun 2010 Juncto PP Nomor 66 Tahun 2010 (penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan yang akuntabel), UU Nomor 28 Tahun 1999 (asas transparansi dan akuntabilitas), UU Nomor 25 Tahun 2009 (standar pelayanan publik), dan UU Nomor14 Tahun 2008 (keterbukaan informasi) yang keseluruhannya mengandaikan kesinambungan kapasitas kelembagaan agar pengawasan mutu tidak melemah.

Karena itu, ketentuan AD/ART tentang fungsi evaluasi dan pengawasan mutu seharusnya dibaca bersama prinsip keberlanjutan keanggotaan, agar kualitas pengendalian internal tidak menurun pada awal periode baru.

Perspektif Tata Kelola yang Ideal

Praktik terbaik untuk menjaga kesinambungan tanpa mematikan inovasi adalah menerapkan regenerasi bertahap (rolling/staggered terms): sebagian anggota periode sebelumnya tetap, sementara kursi lain diisi wajah baru. Skema ini selaras dengan AD/ART Dewan Pendidikan Jombang yang (i) menegaskan peran strategis sebagai advisory, supporting, controlling, dan mediating merupakan fungsi yang sangat bergantung pada memori kelembagaan lintas periode (Bab II/Pasal 2), serta (ii) memberi ruang dipilih kembali satu kali masa jabatan (Bab III/Pasal 6).

Agar lebih operasional, klausul Perubahan AD/ART (Bab IX/Pasal 18) dapat digunakan untuk menambah pasal teknis: misalnya “sekurang-kurangnya 30–50% anggota periode berjalan dapat dicalonkan kembali” dan “penetapan masa jabatan berselang (staggered)—separuh kursi berakhir pada tahun ke-3, separuh lainnya pada tahun ke-5”, ditambah kewajiban paket serah terima substansi (notulen strategis, daftar rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti, peta pemangku kepentingan, indikator kinerja) agar transisi bukan sekadar administratif, melainkan juga substantif. Ketentuan ini memperkecil risiko policy discontinuity dan mempercepat ramp-up anggota baru dengan tetap membuka ruang pembaruan gagasan.

Di luar AD/ART, prinsip keberlanjutan juga konsisten dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam peraturan perundang-undangan (antara lain asas efektivitas, akuntabilitas, dan keterbukaan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999; prinsip pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang akuntabel dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 juncto PP Nomor 66 Tahun 2010; serta mandat peran serta masyarakat dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Untuk konteks daerah, penguatan bisa dituangkan dalam Peraturan Bupati/Perda turunan sektor pendidikan, misalnya: (1) mengadopsi staggered terms ke dalam mekanisme seleksi, (2) mewajibkan rencana kerja lintas periode dan evaluasi pertengahan periode (mid-term review) yang memotret capaian prioritas pendidikan daerah, (3) menetapkan indikator kinerja minimum (jumlah rekomendasi kebijakan yang ditindaklanjuti, capaian kemitraan, perbaikan layanan prioritas), dan (4) mengatur keterbukaan hasil seleksi (skor tahapan administrasi–presentasi–wawancara) untuk memastikan transparansi sekaligus menjustifikasi keputusan menjaga porsi kesinambungan. Dengan kombinasi rekayasa kelembagaan (AD/ART) dan pengaturan daerah (Perbup/Perda), Dewan Pendidikan dapat memadukan kesinambungan dan inovasi secara terukur merupakan inti dari tata kelola yang ideal.

Analisis Hukum Tata Kelola Kelembagaan

Secara normatif, hak untuk dipilih kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 6 AD/ART Dewan Pendidikan Kabupaten Jombang merupakan instrumen keberlanjutan yang sah selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik lembaga.

Prinsip ini sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya Pasal 56) yang menempatkan Dewan Pendidikan sebagai wadah partisipasi masyarakat secara demokratis dan berkelanjutan; serta diperinci oleh PP Nomor 17 Tahun 2010 juncto PP Nomor 66 Tahun 2010 mengenai pentingnya akuntabilitas dan kualitas pengelolaan pendidikan oleh para pemangku kepentingan.

Di tataran kebijakan publik yang lebih luas, asas-asas good governance dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 (transparansi, akuntabilitas, efektivitas) dan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (keberlanjutan layanan/continuity of service) menjadi rujukan bahwa desain kelembagaan seyogianya meminimalkan policy discontinuity.

Di tingkat kebijakan teknis sektor pendidikan, Kepmendiknas 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, meski format regulasinya berupa keputusan menteri sejak lama menekankan keterbukaan, akuntabilitas, dan keberlanjutan peran serta masyarakat dalam mutu pendidikan daerah. Dengan kerangka ini, peremajaan total (total renewal) tanpa satu pun anggota periode 2020-2025 yang dipertahankan memang tidak melanggar hukum positif, tetapi berpotensi mengabaikan mandat keberlanjutan yang melekat pada fungsi Dewan Pendidikan.

Dari perspektif teori tata kelola kelembagaan, institutional memory, path dependency, dan organizational learning (Argyris & Schön) menegaskan bahwa kualitas nasihat kebijakan (advisory), fungsi kontrol (controlling), serta mediasi kebijakan sangat bertumpu pada akumulasi pengalaman lintas periode.

Praktik baik internasional (mis. staggered terms pada dewan regulator yang direkomendasikan berbagai pedoman tata kelola publik, termasuk prinsip-prinsip OECD) menjaga sebagian kursi untuk kesinambungan, sembari membuka ruang inovasi melalui rekrutmen anggota baru. Karena itu, bila peremajaan total dipilih sebagai kebijakan strategis, secara yuridis-administratif perlu disertai argumentasi resmi dan tertulis dari Panitia Seleksi/Dinas terkait/Bupati yang menjelaskan rationale kebijakan (misalnya kebutuhan reset agenda, mitigasi konflik kepentingan, atau pemenuhan kompetensi tertentu), dilampiri dasar hukum dan berita acara penilaian.

Keterbukaan alasan tersebut sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (kewajiban menyediakan informasi proses dan hasil seleksi) dan memberi kepastian hukum sekaligus legitimasi sosial pada keputusan seleksi, sehingga publik memahami bahwa hilangnya kesinambungan adalah pilihan kebijakan yang dapat diuji akuntabilitasnya, bukan sekadar konsekuensi prosedural.

Penutup

Hilangnya seluruh anggota Dewan Pendidikan periode 2020-2025 dari formasi 2025-2030 adalah preseden yang menuntut telaah publik dan langkah korektif berdasar hukum dan praktik tata kelola: AD/ART sendiri menempatkan Dewan sebagai advisory, supporting, controlling dan memberi ruang dipilih kembali (Pasal 2 & Pasal 6), sehingga peremajaan total tanpa penjelasan menyeluruh berisiko memutus institutional memory dan melemahkan fungsi pengawasan serta pemberian masukan yang efektif.

Untuk itu, Panitia Seleksi dan/atau Dinas Pendidikan serta Bupati selayaknya segera menyampaikan keterangan tertulis yang memuat alasan strategis, data penilaian (skor tiap tahapan seleksi) dan berita acara pengambilan keputusan dokumen yang semestinya selaras dengan mekanisme pendaftaran dan tahapan seleksi yang diumumkan publik. Bukti pengukuhan hasil seleksi yang telah dikeluarkan pemerintah daerah juga menjadikan transparansi penjelasan ini sebagai keharusan publik.

Selain upaya keterbukaan, perlu tindakan struktural: gunakan mekanisme perubahan AD/ART (Pasal 18) untuk mengatur staggered terms atau kuota minimal anggota lama yang dipertahankan, mewajibkan handover package (notulen strategis, daftar rekomendasi berjalan, peta mitra) pada serah terima, serta mensyaratkan mid-term review untuk menilai kemajuan program—ketentuan teknis semacam ini akan mengurangi risiko policy discontinuity dan memperkuat legitimasi institusi.

Akhirnya, langkah-langkah ini bukan hanya soal proteksi kepentingan internal Dewan, melainkan tuntutan akuntabilitas publik dan kontinuitas layanan pendidikan yang diamanatkan oleh kerangka hukum pendidikan dan prinsip good governance—sebuah keharusan demi kualitas pendidikan Kabupaten Jombang yang berkelanjutan.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Artikel Terbaru
Pengumuman Terbaru
Agenda Terbaru
Berita Terbaru
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x