Jombang – Ketika ratusan wisudawan memenuhi Gedung Serba Guna KH. Hasbullah Said pada Minggu (9/10/2025), nama Dwi Agung Sunaryo dipanggil sebagai wisudawan terbaik Fakultas Teknologi Informasi (FTI) tahun 2025. Dengan perolehan IPK 3,83 ia berdiri di depan bersama empat wisudawan lainnya.
Pemuda asal Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh itu berdiri dengan senyum tipis, mungkin teringat perjalanan panjangnya. Dari awalnya masuk kuliah tanpa ekspektasi apa-apa, hingga akhirnya membawa pulang dengan semangat membanggakan.
Masuk UNWAHA Tanpa Ekspektasi Apa-Apa
Jujur saja, Dwi mengaku tidak pernah bermimpi besar soal UNWAHA. Kampus ini bukan pilihan pertama yang glamor, bukan yang paling ramai dibicarakan. Tapi justru di situlah ia menemukan sesuatu yang lebih berharga dari sekadar gengsi.
“Awalnya biasa saja, saya pikir semua kampus sama, yang beda mungkin cuma grade atau fasilitas. Tapi ilmu, penelitian, pengabdian? Sama saja. Dan UNWAHA justru membuktikan, sebagai kampus yang layak diunggulkan,” ujarnya dengan nada meyakinkan.
Anak kedua dari Ibu Sunartin dan Alm. Bapak Muhajir ini menyelesaikan studinya dengan riset bertajuk “Perancangan Pengiriman Pesan Singkat Berbasis LoRa“. Sebuah teknologi komunikasi yang relevan menjawab berbagai persoalan. Pilihan topik yang praktis, sesuai dengan karakternya yang realistis.
Berbeda dengan cerita sukses yang sering digambarkan mulus tanpa hambatan, Dwi justru blak-blakan soal pasang-surutnya. “Setiap mahasiswa pasti ada naik-turunnya. Semangat ada pasang-surutnya juga. Itu biasa,” katanya santai.
Semester-semester awal memang lancar, tapi saat memasuki fase akhir dengan Tugas Akhir dan magang, tekanannya nyata. Yang membuatnya berbeda bukan karena tidak pernah lelah, tapi karena tetap berdiri meskipun hampir menyerah.
Pengalaman Dulu, Gelar Belakangan
Saat ditanya soal rencana setelah wisuda, jawaban Dwi cukup mengejutkan untuk ukuran wisudawan terbaik. Ia tidak langsung melanjutkan S2, melainkan mematangkan diri di dunia profesi.
“Saya mau cari pengalaman dulu. Studi lanjut itu perlu persiapan matang, jadi tidak buru-buru,” jelasnya.
Bukan tanpa alasan, ia menunjukkan bahwa keputusan ini adalah buah dari kematangan berpikir. Bahwa gelar akademis memang penting, tapi tidak harus dikejar tanpa fondasi pengalaman yang kuat.
Kuliah Murah, Kualitas dan Hasilnya Tidak Murahan
Kesan ini yang ia lontarkan saat ditanya pengalaman studinya. Ia menyaksikan langsung bagaimana UNWAHA peduli pada masyarakat sekitar dengan memberikan akses pendidikan berkualitas dengan biaya terjangkau.
“Kampus benar-benar care dengan masyarakat. Biayanya murah, tapi hasilnya tidak murahan,” jelasnya. Sebuah testimoni yang lebih kuat dari ribuan lembar brosur promosi.
Dwi menutup perbincangan dengan filosofi hidup yang simpel namun tajam. “Saya berharap tetap punya motivasi tinggi, tidak putus asa. Dan kalau ada peluang, saya tidak akan ragu ambil,” seru Dwi.
Tidak ada kata-kata bombastis, tidak ada janji-janji muluk. Hanya tekad seorang pemuda desa yang sudah membuktikan bahwa kesuksesan bukan soal dari mana kamu berasal atau kampus mana yang kamu pilih, tapi seberapa serius kamu menjalani prosesnya.
Kisah Dwi Agung Sunaryo adalah pengingat bahwa di era yang sering mengagungkan prestise dan kemewahan, substansi tetaplah yang paling berharga. Dan kadang, kampus yang biasa saja justru melahirkan lulusan yang luar biasa.
Red: Ibrahim